Rayakan Hari Disabilitas Internasional, Sutradara Wisnu Surya Hadirkan Serial Dokumenter
loading...
A
A
A
JAKARTA - Merayakan Hari Disabilitas Internasional yang diperingati setiap 3 Desember, sutradara Wisnu Surya Pratama meluncurkan serial dokumenter (docuseries). Serial dokumenter baru tersebut berjudul Sosok Baik Indonesia, yang mengangkat tiga kisah inspiratif.
Melalui dokumenter ini, penonton diajak menyelami perjalanan hidup para tokoh utama, mengenal sosok-sosok penting di sekitar mereka, serta merasakan berbagai emosi yang mewarnai perjuangan mereka. Episode pertama dari docuseries ini menyoroti perjalanan hidup Nia Kania Afriani, seorang teman tuli yang berhasil meraih medali emas di cabang olahraga lempar lembing pada usia 46 tahun.
"Karya baru saya ini mengangkat kisah luar biasa dari orang biasa bahkan punya keterbatasan namun dapat meraih prestasi dalam bidangnya dan sosok Ibu Kania benar-benar membuka mata saya bahwa keterbatasan tidak menjadi hambatan bagi mereka yang memiliki tekad dan semangat kuat untuk terus melangkah," ujar Wisnu Surya Pratama selaku sutradara serial dokumenter Sosok Baik Indonesia
Dia menuturkan bahwa cerita inspiratif tentang beliau sudah sering ia dengar, sampai akhirnya memutuskan untuk bertemu langsung dan menggali kisahnya lebih dalam.
Dia juga mengatakan, seorang teman tuli yang mampu bekerja di sektor formal, menjadi atlet profesional, dan berdaya secara ekonomi untuk keluarganya ini adalah wujud nyata bagaimana sebuah kisah luar biasa bisa mendobrak stigma dan menginspirasi banyak orang.
Sosok yang lahir dengan keterbatasan pendengaran, Kania memiliki ruang yang terbatas untuk bisa berdaya, salah satunya karena tidak banyak lapangan kerja ramah disabilitas yang tersedia. Survei Ekonomi Nasional (Susenas) 2020 menunjukkan bahwa terdapat 28 juta penyandang disabilitas di Indonesia atau setara dengan 10,38 persen populasi nasional, namun akses mereka terhadap pekerjaan formal masih sangat minim.
“Awalnya setelah lulus sekolah susah dapat kerja, jadi saya coba untuk wirausaha dengan menjual bungkus kertas untuk gorengan dengan cara titip ke teman, atau membantu teman menyulam kancing untuk seragam kantor dengan sistem borongan," cerita Kania mengenang perjalanan hidupnya.
Beberapa tahun kemudian, Kania berhasil diterima bekerja di salah satu restoran cepat saji di kawasan Bandung. Mulai dari sana, hidup Kania perlahan berubah. Mempunyai penghasilan tetap dan lingkungan kerja yang mendukung, Kania mulai berani untuk meraih mimpinya di bidang olahraga sebagaimana cita-citanya sejak kecil.
Berkat dukungan perusahaan tempatnya bekerja, Kania diberikan izin untuk mengikuti berbagai kejuaraan lempar lembing dan tak jarang tekad kuat yang dimilikinya membuahkan hasil manis. Di usianya yang ke-46 tahun, Kania berhasil meraih medali emas di cabang olahraga lempar lembing pada Pekan Paralimpik Daerah Jawa Barat 2022.
“Saya suka olahraga sejak kecil dan rasanya senang sekaligus bangga ketika saya berhasil menang, meskipun usia saya sudah tidak muda lagi, dan sempat sebagian atlet muda meremehkan saya karena sudah tua dan menganggap saya tidak akan menang dalam lomba, saya tidak mau patah semangat," terangnya.
Melalui dokumenter ini, penonton diajak menyelami perjalanan hidup para tokoh utama, mengenal sosok-sosok penting di sekitar mereka, serta merasakan berbagai emosi yang mewarnai perjuangan mereka. Episode pertama dari docuseries ini menyoroti perjalanan hidup Nia Kania Afriani, seorang teman tuli yang berhasil meraih medali emas di cabang olahraga lempar lembing pada usia 46 tahun.
"Karya baru saya ini mengangkat kisah luar biasa dari orang biasa bahkan punya keterbatasan namun dapat meraih prestasi dalam bidangnya dan sosok Ibu Kania benar-benar membuka mata saya bahwa keterbatasan tidak menjadi hambatan bagi mereka yang memiliki tekad dan semangat kuat untuk terus melangkah," ujar Wisnu Surya Pratama selaku sutradara serial dokumenter Sosok Baik Indonesia
Dia menuturkan bahwa cerita inspiratif tentang beliau sudah sering ia dengar, sampai akhirnya memutuskan untuk bertemu langsung dan menggali kisahnya lebih dalam.
Dia juga mengatakan, seorang teman tuli yang mampu bekerja di sektor formal, menjadi atlet profesional, dan berdaya secara ekonomi untuk keluarganya ini adalah wujud nyata bagaimana sebuah kisah luar biasa bisa mendobrak stigma dan menginspirasi banyak orang.
Sosok yang lahir dengan keterbatasan pendengaran, Kania memiliki ruang yang terbatas untuk bisa berdaya, salah satunya karena tidak banyak lapangan kerja ramah disabilitas yang tersedia. Survei Ekonomi Nasional (Susenas) 2020 menunjukkan bahwa terdapat 28 juta penyandang disabilitas di Indonesia atau setara dengan 10,38 persen populasi nasional, namun akses mereka terhadap pekerjaan formal masih sangat minim.
“Awalnya setelah lulus sekolah susah dapat kerja, jadi saya coba untuk wirausaha dengan menjual bungkus kertas untuk gorengan dengan cara titip ke teman, atau membantu teman menyulam kancing untuk seragam kantor dengan sistem borongan," cerita Kania mengenang perjalanan hidupnya.
Beberapa tahun kemudian, Kania berhasil diterima bekerja di salah satu restoran cepat saji di kawasan Bandung. Mulai dari sana, hidup Kania perlahan berubah. Mempunyai penghasilan tetap dan lingkungan kerja yang mendukung, Kania mulai berani untuk meraih mimpinya di bidang olahraga sebagaimana cita-citanya sejak kecil.
Berkat dukungan perusahaan tempatnya bekerja, Kania diberikan izin untuk mengikuti berbagai kejuaraan lempar lembing dan tak jarang tekad kuat yang dimilikinya membuahkan hasil manis. Di usianya yang ke-46 tahun, Kania berhasil meraih medali emas di cabang olahraga lempar lembing pada Pekan Paralimpik Daerah Jawa Barat 2022.
“Saya suka olahraga sejak kecil dan rasanya senang sekaligus bangga ketika saya berhasil menang, meskipun usia saya sudah tidak muda lagi, dan sempat sebagian atlet muda meremehkan saya karena sudah tua dan menganggap saya tidak akan menang dalam lomba, saya tidak mau patah semangat," terangnya.